Friday, March 27, 2009

Ilmu Pengetahuan dan Agama

Adam Fatchurrozi

Banyak hal-hal yang sulit disatukan antara Ilmu pengetahuan dan agama. Khususnya Ilmu pengetahuan bagi masyarakat modern. Dengan dialog mungkin bisa menjadi penengah antara keduanya. Seperti yang telah diadakan di Universitas Ma Chung yaitu Dialog tentang “Aborsi dan Euthanasia dalam perspektif agama” dan “Harmony in Diversity”. Dialog seperti ini diharapkan melahirkan rasa saling menghargai peran dan posisi masing-masing guna membangun sebuah masyarakat yang lebih manusiawi, demokratis dan menghargai hak-hak asasi manusia.juga tidak menghasilkan keterpinggiran agama dari kehidupan sosial.

Semakin banyaknya aksi saling menjelekkan agama satu sama lain akhir-akhir ini, seperti film fitna, membuat kita tidak tinggal diam untuk merefleksikan dan merumuskan kembali posisi dan makna agama-agama dalam dunia modern. Peran agama sudah semakin sempit, Suara lembaga-lembaga keagamaan yang menyangkut dampak etis dari persoalan publik seperti aborsi dan euthanasia kurang mendapat respon yang wajar dari pelakunya. Tugas untuk mencari solusi atas masalah-masalah ini mulai diambil alih oleh Ilmu pengetahuan. Sehingga keterpinggiran agama dalam masyarakat modern menimbulkan konflik antara agama dan ilmu pengetahuan. Adakah alternatif yang dapat menyelesaikan masalah ini?

Ada seorang filosofi sosial Jerman yang terkemuka menganalisis masalah ini melalui teori interaksi komunikatifnya, yaitu Habermas. Ia mengembangkan konsep rasionalitas kehidupan bersama. Menurutnya, dialog rasional merupakan salah satu basis penting guna mewujudkan kehidupan bersama secara damai antar umat manusia dengan asal, iman, bahasa dan budaya yang berbeda-beda. Bukan bahasa senjata, melainkan senjata bahasa yang dibutuhkan. Dan senjata bahasa itu tidak pernah boleh digunakan untuk mematikan lawan. Dialog tidak boleh menghasilkan kubu yang kalah dan yang menang. Tujuan dialog adalah menjelaskan rasionalitas kehidupan bersama sehingga semua orang bisa setuju atau mencapai sebuah konsensus rasional.

Habermas juga berpendapat bahwa aksi terorisme yang terjadi pada tanggal 11 September 2001 merupakan ungkapan nyata ketegangan antara iman dan pengetahuan. Dengan kata lain Iman dan Ilmu pengetahuan, agama dan sekulerisasi seoolah-olah merupakan dua kekuatan yang tidak pernah bertemu dan saling menghilangkan. Habermas menggolongkan paham yang keliru ini dalam 2 model. “Model pertama ia namakan Verdrängungsmodell. Menurut paradigma ini, agama dalam masyarakat modern akan lenyap dan posisinya akan digantikan oleh ilmu pengetahuan dan ideologi kemajuan masyarakt modern. Model yang kedua dikenal sebagai Enteignungsmodell. Di sini, sekularisasi dan modernitas dianggap sebagai musuh agama kerena ia telah melahirkan kejahatan-kejahatan moral”. Para pelaku aksi teroris 11 September 2001 bertolak dari pemahaman seperti ini tentang sekularisasi dan ingin membangun kembali “moralitas” agama dengan jalan kekerasan.

Kita tidak perlu mengikuti kedua paham yang keliru tersebut, karena sebenarnya agama dan ilmu pengetahuan dapat hidup berdampingan. Kita coba gunakan commonsense yang rasional dan demokratis. Sehingga tercipta hubungan yang dirasa terbuka antara agama dan ilmu pengetahuan, akan lebih baik lagi apabila ilmu pengetahuan dapat melengkapi agama demi mewujudkan kehidupan yang layak berlandaskan nilai moral. Karena didalam agama juga mewajibkan setiap orang untuk mencari ilmu, memiliki wawasan yang luas.

Kalau kita melihat kata kata dari seorang ilmuwan besar, “Einstein: Ilmu pengetauan tanpa agama adalah pincang”. Hal ini membuktikan bahwa diperlukannya keselarasan antara Ilmu pengetahuan dan agama. Semoga kita semua dapat berkontribusi nyata dalam penyelarasan Ilmu pengetahuan dan agama dalam kehidupan yang selalu berlandaskan agama ini.



Related Posts by Categories



0 comments: